Loading Now

Psikiater Mintarsih Ajukan PK Ke MA dan Singgung Indra Priawan Suami Nikita Willy

Dr. Mintarsih A Latief Sp KJ

Lambesomplak.com, JAKARTA – Sengketa hukum antar pemegang saham pendiri perusahaan taksi terkemuka, Blue Bird, Mintarsih A. Latief dengan Purnomo Prawiro, memasuki babak baru yang dinilai semakin menambah kejanggalan. Setelah adanya putusan denda Mahkamah Agung (MA) sebesar Rp 140 miliar, kini muncul dugaan bahwa putusan final tersebut diperluas cakupannya oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan hingga melibatkan putra dan putri Mintarsih, yang sebelumnya tidak tersentuh dalam amar putusan MA.

Kasus ini bermula dari gugatan yang dilayangkan Purnomo Prawiro sebagai direktur PT Blue Bird Taxi terhadap sesama direktur, Mintarsih, melalui para pemegang saham dalam perkara No. 313/Pdt.G/2013/PN.Jkt. Sel. Pihak Mintarsih menyebut proses peradilan ini sebagai “Peradilan Sesat” karena gugatan dilakukan tanpa persetujuan seluruh pemegang saham.

Kejanggalan Gugatan Awal: Gaji Diminta Dikembalikan Gugatan ini disorot karena sifatnya yang dinilai tidak rasional, yaitu meminta Mintarsih mengembalikan semua gaji yang pernah dibayarkan oleh PT Blue Bird Taxi. Alasan utama yang digunakan oleh penggugat dinilai sangat lemah, hanya berdasarkan kesaksian tunggal dari Diana Novari Dewi, seorang Sekretaris pribadi Purnomo, yang menyatakan Mintarsih “kurang bekerja,” tanpa didukung penjelasan atau bukti konkret lainnya.

Mintarsih sendiri berhasil menghadirkan lima saksi mantan karyawan yang secara rinci menyatakan bahwa ia bekerja aktif di berbagai bidang operasional, mulai dari pengaturan order, database pelanggan, bengkel, administrasi, hingga perancangan manajemen komputer dan proses seleksi karyawan. Sebaliknya, beberapa saksi Mintarsih justru mengemukakan bahwa Purnomo dan Chandra hanya masuk kerja selama beberapa jam sehari, seperti tertuang dalam Putusan Perkara No. 313/Pdt.G/2013/PN.Jkt. Sel halaman 152 hingga 170.

Putusan Final MA Rp 140 Miliar dan “Putusan Tambahan”
Meskipun bergulir hingga tingkat kasasi dengan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2601K/Pdt/2015 yang menjatuhkan denda Rp 140 miliar, masalah ini ternyata belum berakhir. Pihak Mintarsih merasa kejanggalan semakin bertambah ketika Putusan MA yang dianggap final tersebut, justru diikuti dengan “Putusan Tambahan” dari Ketua Pengadilan Negeri.

Kejanggalan yang paling disorot adalah:

* Pelibatan Ahli Waris: Melalui Surat Teguran No. 23/Eks.Pdt/2024, PN Jakarta Selatan memanggil putra dan putri Mintarsih untuk hadir pada 22 Mei 2024 guna melaksanakan putusan pembayaran denda Rp 140 miliar. Padahal, Putusan MA tidak pernah melibatkan ahli waris Mintarsih.

Dr. Mintarsih A Latief Sp KJ* Sita Eksekusi Mendadak: Pada 16 Desember 2024, Ketua PN mengeluarkan Surat Relaas Pemberitahuan Pelaksanaan Sita Eksekusi, di mana eksekusi harta yang telah dipilih oleh PN diperintahkan untuk dilaksanakan pada Senin pagi, hanya dua hari setelah surat diterima pada Jumat sore.
* Pemblokiran Tanah Tanpa Sita Jaminan: Putri kedua Purnomo, Sri Adriyani Lestari, juga meminta pemblokiran tanah milik Mintarsih. Pemblokiran “tetap” ini berhasil dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional melalui serangkaian surat, meskipun Mahkamah Agung tidak pernah mengeluarkan putusan sita jaminan sebelumnya, sebagaimana diindikasikan dalam Putusan No. 313/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel halaman 212.
Mintarsih saat ini tengah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus ini. Ia melontarkan seruan keras kepada para Hakim Agung agar mempertimbangkan dampak irasional putusan tersebut, terutama yang melibatkan anak-anaknya.
“Hukuman terhadap saya dan anak-anak saya yang tidak bersalah dan hukuman ke anak yang tidak tahu menahu lebih berat daripada hukuman mati,” tutup Mintarsih, berharap media dan masyarakat luas dapat mengawal kasus ini demi tercapainya keadilan sejati.
Ia juga berjanji akan mengungkapkan tata cara penggelapan saham di PT Blue Bird Taxi dan PT Blue Bird yang dinilai serupa kotornya dengan perkara ini.

Share this content: